Jenis dan Model PTK
Sebagai
paradigma sebuah penelitian tersendiri, jenis PTK memiliki
karakteristik yang relatif agak berbeda jika dibandingkan dengan jenis
penelitian yang lain, misalnya penelitian naturalistik, eksperimen
survei, analisis isi, dan sebagainya. Jika dikaitkan dengan jenis
penelitian yang lain PTK dapat dikategorikan sebagai jenis penelitian
kualitatif dan eksperimen. PTK dikatagorikan sebagai penelitian
kualitatif karena pada saat data dianalisis digunakan pendekatan
kualitatif, tanpa ada perhitungan statistik. Dikatakan sebagai
penelitian eksperimen, karena penelitian ini diawali dengan perencanaan,
adanya perlakuan terhadap subjek penelitian, dan adanya evaluasi
terhadap hasil yang dicapai sesudah adanya perlakuan. Ditinjau dari
karakteristiknya, PTK setidaknya memiliki karakteristik antara lain: (1)
didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional; (2)
adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya; (3) penelitian sekaligus sebagai
praktisi yang melakukan refleksi; (4) bertujuan memperbaiki dan atau
meningkatkan kualitas praktek instruksional; (5) dilaksanakan dalam
rangkaian langkah dengan beberapa siklus.
Menurut
Richart Winter ada enam karekteristik PTK, yaitu (1) kritik reflektif,
(2) kritik dialektis, (3) kolaboratif, (4) resiko, (5) susunan jamak,
dan (6) internalisasi teori dan praktek (Winter, 1996). Untuk lebih
jelasnya, berikut ini dikemukakan secara singkat karakteristik PTK
tersebut.
1. Kritik
Refeksi; salah satu langkah di dalam penelitian kualitatif pada
umumnya, dan khususnya PTK ialah adanya upaya refleksi terhadap hasil
observasi mengenai latar dan kegiatan suatu aksi. Hanya saja, di dalam
PTK yang dimaksud dengan refleksi ialah suatu upaya evaluasi atau
penilaian, dan refleksi ini perlu adanya upaya kritik sehingga
dimungkinkan pada taraf evaluasi terhadap perubahan-perubahan.
2. Kritik
Dialektis; dengan adanyan kritik dialektif diharapkan penelitian
bersedia melakukan kritik terhadap fenomena yang ditelitinya.
Selanjutnya peneliti akan bersedia melakukan pemeriksaan terhadap: (a)
konteks hubungan secara menyeluruh yang merupakan satu unit walaupun
dapat dipisahkan secara jelas, dan, (b) Struktur kontradiksi internal,
-maksudnya di balik unit yang jelas, yang memungkinkan adanya
kecenderungan mengalami perubahan meskipun sesuatu yang berada di balik
unit tersebut bersifat stabil.
3. Kolaboratif;
di dalam PTK diperlukan hadirnya suatu kerja sama dengan pihak-pihak
lain seperti atasan, sejawat atau kolega, mahasiswa, dan sebagainya.
Kesemuanya itu diharapkan dapat dijadikan sumber data atau data sumber.
Mengapa demikian? Oleh karena pada hakikatnya kedudukan peneliti dalam
PTK merupakan bagian dari situasi dan kondisi dari suatu latar yang
ditelitinya. Peneliti tidak hanya sebagai pengamat, tetapi dia juga
terlibat langsung dalam suatu proses situasi dan kondisi. Bentuk kerja
sama atau kolaborasi di antara para anggota situasi dan kondisi itulah
yang menyebabkan suatu proses dapat berlangsung.Kolaborasi dalam
kesempatan ini ialah berupa sudut pandang yang disampaikan oleh setiap
kolaborator. Selanjutnya, sudut pandang ini dianggap sebagai andil yang
sangat penting dalam upaya pemahaman terhadap berbagai permasalahan yang
muncul. Untuk itu, peneliti akan bersikap bahwa tidak ada sudut pandang
dari seseorang yang dapat digunakan untuk memahami sesuatu masalah
secara tuntas dan mampu dibandingkan dengan sudut pandang yang berasal;
dari berbagai pihak. Namun demikian memperoleh berbagai pandangan dari
pada kolaborator, peneliti tetap sebagai figur yang memiliki ,kewenangan
dan tanggung jawab untuk menentukan apakah sudut pandang dari
kolaborator dipergunakan atau tidak. Oleh karenanya, sdapat dikatakan
bahwa fungsi kolaborator hanyalah sebagai pembantu di dalam PTK ini,
bukan sebagai yang begitu menentukan terhadap pelaksaanan dan berhasil
tidaknya penelitian.
4. Resiko;
dengan adanya ciri resiko diharapkan dan dituntut agar peneliti berani
mengambil resiko, terutama pada waktu proses penelitian berlangsung.
Resiko yang mungkin ada diantaranya (a) melesetnya hipotesis dan (b)
adanya tuntutan untuk melakukan suatu transformasi. Selanjutnya, melalui
keterlibatan dalam proses penelitian, aksi peneliti kemungkinan akan
mengalami perubahan pandangan karena ia menyaksikan sendiri adanya
diskusi atau pertentangan dari para kalaborator dan selanjutnya
menyebabkan pandangannya berubah.
5. Susunan
Jamak; pada umumnya penelitian kuantitatif atau tradisional berstruktur
tunggal karena ditentukan oleh suara tunggal, penelitinya. Akan tetapi,
PTK memiliki struktur jamak karena jelas penelitian ini bersifat
dialektis, reflektif, partisipasi atau kolaboratif. Susunan jamak ini
berkaitan dengan pandangan bahwa fenomena yang diteliti harus mencakup
semua komponen pokok supaya bersifat komprehensif. Suatu contoh,
seandainya yang diteliti adalah situasi dan kondisi proses
belajar-mengajar, situasinya harus meliputi paling tidak guru, siswa,
tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran, interaksi belajar-mengajar,
lulusan atau hasil yang dicapai, dan sebagainya.
6. Internalisasi
Teori dan Praktik; Menurut pandangan para ahli PTK bahwa antara teori
dan praktik bukan merupakan dua dunia yang berlainan. Akan tetapi,
keduanya merupakan dua tahap yang berbeda, yang saling bergantung, dan
keduanya berfungsi untuk mendukung tranformasi. Pendapat ini berbeda
dengan pandangan para ahli penelitian konvesional yang beranggapan bahwa
teori dan praktik merupakan dua hal yang terpisah. Keberadaan teori
diperuntukkan praktik, begitu pula sebaliknya sehingga keduanya dapat
digunakan dan dikembangkan bersama.
Berdasarkan
uraian di atas, jelaslah bahwa bentuk PTK benar-benar berbeda dengan
bentuk penelitian yang lain, baik itu penelitian yang menggunakan
paradigma kualitatif maupun paradigma kualitatif. Oleh karenanya,
keberadaan bentuk PTK tidak perlu lagi diragukan, terutama sebagai upaya
memperkaya khasanah kegiatan penelitian yang dapat
dipertanggungjawabkan taraf keilmiahannya.